puisi Wiranagara
Ada denyut sesak saat mendengar kabarmu sekarang, bahwa kau telah
menemukan seseorang, dan bersamanya kalian saling mengikat sayang. Aku
terdiam, seperti yang selalu kau lakukan dulu saat aku mengungkapkan
rasa padamu. Bahwa sesungguhnya aku tidak terima atas segala bahagiamu,
karena aku selalu yakin aku yang paling bisa membahagiakanmu
Namun terlambat, padanya cintamu telah tertambat..
Kau tak pernah memberikan kesempatan kedua, menjadikanku teman cerita sudah cukup membuatmu nyaman. Sedetik saja sungguh ingin aku memilikimu, walau tak selamanya, paling tidak bisa mewarnai setiap cerita hingga larut malam. Karena kini tentangmu hanyalah perih, dan penyesalan yang terucap lirih. Isi kepalaku masih saja tentangmu, namun ketiadaanku di hatimu membuatnya pilu. Satu hal yang masih membuatku tersenyum adalah anugerah kehormatan yang kau berikan atas hancurnya segala perasaan, lalu aku merayakan kepergianmu bersama air mata yang merintik bersamaan. Membanting waktu ribuan kali, tak kembali.
Namun terlambat, padanya cintamu telah tertambat..
Kau tak pernah memberikan kesempatan kedua, menjadikanku teman cerita sudah cukup membuatmu nyaman. Sedetik saja sungguh ingin aku memilikimu, walau tak selamanya, paling tidak bisa mewarnai setiap cerita hingga larut malam. Karena kini tentangmu hanyalah perih, dan penyesalan yang terucap lirih. Isi kepalaku masih saja tentangmu, namun ketiadaanku di hatimu membuatnya pilu. Satu hal yang masih membuatku tersenyum adalah anugerah kehormatan yang kau berikan atas hancurnya segala perasaan, lalu aku merayakan kepergianmu bersama air mata yang merintik bersamaan. Membanting waktu ribuan kali, tak kembali.
Namun terserah, mimpiku tentangmu telah berubah..
Aku adalah secangkir teh yang kau lewatkan di lain meja, yang tak teraduk menjadi dingin dalam hambar yang sempurna. Terlalu sering kau lupa, sering pula kau jadikan bahan bercanda. Untukmu, aku lakukan semua. Sebelum akhirnya menghilang ditelan diam, mulutmu hanya berbicara tentang lain pertemuan, padahal di depanmu aku melebarkan telinga menunggu jawaban. Terkumpul kekecewaan, kau semakin tak wajar membicarakan orang lain di depan hati yang jelas-jelas mendamba kepastian.
Tak perlu kau pikirkan perasaan orang lain, terlihat jelas bahagiamu terlalu egois untuk dibagi. Aku pun tak terima jika nantinya aku hidup dengan seorang pematah janji; Maka bersenang-senanglah dengan dia yang kau pilih untuk menemanimu, hingga suatu hari nanti mendengar namaku akan membuatmu terbunuh tepat di dada. Penyesalan akan menggerogoti perasaanmu, ucapan maaf akan kau teriakan dalam setiap doa, dan tangisan akan menyelimuti setiap malammu penuh nelangsa
Aku adalah secangkir teh yang kau lewatkan di lain meja, yang tak teraduk menjadi dingin dalam hambar yang sempurna. Terlalu sering kau lupa, sering pula kau jadikan bahan bercanda. Untukmu, aku lakukan semua. Sebelum akhirnya menghilang ditelan diam, mulutmu hanya berbicara tentang lain pertemuan, padahal di depanmu aku melebarkan telinga menunggu jawaban. Terkumpul kekecewaan, kau semakin tak wajar membicarakan orang lain di depan hati yang jelas-jelas mendamba kepastian.
Tak perlu kau pikirkan perasaan orang lain, terlihat jelas bahagiamu terlalu egois untuk dibagi. Aku pun tak terima jika nantinya aku hidup dengan seorang pematah janji; Maka bersenang-senanglah dengan dia yang kau pilih untuk menemanimu, hingga suatu hari nanti mendengar namaku akan membuatmu terbunuh tepat di dada. Penyesalan akan menggerogoti perasaanmu, ucapan maaf akan kau teriakan dalam setiap doa, dan tangisan akan menyelimuti setiap malammu penuh nelangsa
Mas ato bak ya??
BalasHapus